Sebagai orang Bandung, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada tuan-tuan Belanda yang dahulu menjajah kami. Mungkin terdengar berlebihan. Kata orang tigaratus limapuluh tahun, sebagian lain berpendapat puluhan tahun saja. Banyak yang mati karena kerja rodi, sanak keluarga dibui, tanah leluhur dikebiri. Singkatnya kedatangan Belanda ke nusantara ternyata membawa malapetaka.
Saya mengaku sebagai orang Bandung, dan memang demikian adanya. Hanya saja sekarang saya tinggal di Jakarta untuk bekerja. Bandung dulu bukan apa-apa. Lalu Belanda datang, dipimpin Daendels yang membikin Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer hingga Panarukan. Daendels melihat potensi sebuah lahan di Tanah Pasundan, lalu berkata pada bupati setempat, “Zorg, dat als ik terug kom hier een staad is gebouwd!” yang dalam bahasa Melayu artinya “Coba usahakan, ketika saya kembali ke sini maka sebuah kota telah berdiri!” Bupati tersebut, Wiranatakusumah adalah Bupati Bandung yang pertama. Itu tahun 1810. Berdirinya kota Bandung dihitung dari titah Daendels kepada Wiranatakusumah yang bertanggal 25 September 1810.
Bandung lalu berkembang jadi kota yang maju. Lokasinya yang strategis, dikepung pegunungan membuatnya aman dari serangan hingga dijadikan pusat militer. Department van Oorlog (Departemen Peperangan) Hindia Belanda pun dipindahkan ke Bandung awal abad-20, berikut pabrik senjata dan lapangan terbang. Beragam perkebunan didirikan di sekelilingnya, dan tuan-tuan Belanda pengelola perkebunan (Preangerplanters), seperti Boscha ikut membangun kota Bandung.
Di mana kreativitas Belandanya? Ah, Belanda memang sangat kreatif. Terutama para arsiteknya. Tersebutlah beberapa nama, seperti kakak-beradik C.P. Wolff Schoemaker dan Richard Schoemaker, A.F. Aalbers, J. Gerber, Maclaine Pont, dsb. Pada era 1920-1930an, mereka membangun banyak sekali bangunan dengan langgam arsitektur Art Deco. Mereka menggabungkan unsur-unsur tradisional dan modern sehingga tercipta banyak bangunan yang luarbiasa indahnya. Sebut saja Hotel Savoy Homann (Aalbers) dan Hotel Preanger (Schoemaker), Gereja Bethel dan Gereja Katedral St. Petrus (Schoemaker), Bank Denis yang sekarang menjadi Bank Jabar Banten (Aalbers), serta banyak lagi bangunan di Jalan Braga. Bandung pun mendapat julukan terbaiknya,Parijs van Java. Parisnya Jawa. Bandung kemudian terkenal di seluruh Hindia Belanda, bahkan sampai Eropa.
Tak ayal, di kemudian hari Bandung dianugerahi urutan kesembilan dalam 10 World Cities of Art Deco. Bahkan kota Paris tempat lahirnya Art Deco pun tumpas dikalahkan. Oh, sungguh Bandung patut dibanggakan. Hanya saja, sayang seribu sayang, pemerintah kota Bandung saat ini kurang peduli terhadap penghargaan yang demikian. Akibatnya, banyak bangunan yang tak terawat lalu hancur begitu saja. Mungkin, jika Bandung masih dikelola Belanda hingga saat ini, Bandung bisa mengalahkan Paris sebagai kota terindah di dunia. Parijs van Java is the real Paris!
– ditulis oleh Aditya F. Hakim